SEJARAH ZAKAT
Setiap muslim diwajibkan memberikan sedekah
dari rezeki yang dikaruniakan Allah. Kewajiban ini tertulis di dalam Alquran. Pada awalnya, Alquran hanya
memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak
wajib). Namun, pada tahun kedua hijriah tepatnya, umat Islam diperintahkan
untuk membayar zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi Muhammad S.A.W. melembagakan perintah zakat
ini dengan menetapkan zakat bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan
beban kehidupan mereka yang miskin. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam
negara-negara Islam. Hal ini menunjukan bahwa pada kemudian hari ada pengaturan
pemberian zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.
Pada zaman khilafah, zakat dikumpulkan oleh pegawai
negara dan didistribusikan kepada kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok
itu adalah orang miskin, budak yang ingin membeli kebebasan mereka, orang
yang terlilit hutang dan tidak mampu membayar. Syari'ah mengatur dengan lebih detail mengenai
zakat dan bagaimana zakat itu harus dibayarkan.
Zakat
pada Masa Khulafaurrasyidin
a. Abu bakar
Ashshidiq RA (537-634 M)
Sejak menjadi
khalifah, kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus dengan harta baitul maal, namun
beberapa saat menjelang ajalnya, negara kesulitan dalam mengumpulkan pendapatan
yang kemudian beliau memerintahkan untuk memberikan tunjangan sebesar 8000
dirham dan menjual sebagian besar tanah yang dimilikinya untuk negara. Beliau
sangat akurat dalam penghitungan dan pengumpulan zakat kemudian ditampung di
baitul maal dan didistribusikan dalam jangka waktu yang tidak lama sampai habis
tidak tersisa. Pembagiannya sama rata antara sahabat yang masuk Islam terlebih
dahulu maupun yang belakangan, pria maupun wanita. Beliau juga membagikan
sebagian tanah taklukan, dan sebagian yang lain tetap menjadi milik Negara,
juga mengambil alih tanah orang-orang yang murtad untuk kepentingan umat Islam.
Ketika beliau wafat hanya ditemukan 1 dirham dalam perbendaharaan negara karena
memang harta yang sudah dikumpulkan langsung dibagikan, sehingga tidak ada
penumpukan harta di baitul maal.
b. Umar bin
Khattab (584-644M)
Baitul maal pada
masa ini tertata baik dan rapi lengkap dengan sistem administrasinya karena
pendapatan negara meningkat drastis. Harta baitul maal tidak dihabiskan
sekaligus, sebagian diantaranya untuk cadangan baik untuk kepentingan darurat,
pembayaran gaji tentara, dan kepentingan umat yang lain. Baitul maal merupakan
pelaksana kebijakan fiskal negara Islam. Khalifah mendapat tunjangan sekitar
5000 dirham per tahun. Harta baitul maal adalah milik kaum muslimin sedang
khalifah dan amil hanya pemegang amanah. Untuk mendistribusikan harta baitul
maal umar juga mendirikan: departemen pelayanan militer, departemen kehakiman
dan eksekutif, departemen pelayanan dan pengembangan Islam, dan departemen
jaminan sosial. Umar juga mendirikan dewan islam yang bertugas memberikan tunjangan-tunjangan
angkatan perang dan pensiun.
Selain itu Umar
juga membagikan harta dalam bentuk benda, dua ember makanan sebulan, dua karung
gandum dan cuka untuk satu orang. Dalam memperlakukan tanah taklukan, Umar
tidak membaginya kepada kaum muslimin tetapi tetap pada pemiliknya dengan
syarat membayar jizyah dan kharaj. Umar juga mensubsidi masjid masjid dan
madrasah-madrasah.
Umar membagi
pendapatan negara menjadi empat yaitu: zakat dan ushr didistribusikan di
tingkat lokal, khums dan sedekah, didistribusikan untuk fakir miskin baik
muslim maupun non muslim, kharaj, fai, jizyah, pajak perdagangan, dan sewa
tanah untuk dana pensiun, daba operasional administrasi dan militer, dan
pendapatan lain-lain untuk membayar para pekerja, dan dana sosial.
c. ’Usman bin
Affan (577-656M)
Usman meneruskan
kebijakan pada masa Umar. Khalifah usman tidak mengambil upah dari kantornya.
Beliau juga mengurangi zakat dari pensiun dan menambahkan santunan dengan
pakaian. Kemudian juga memperkenalkan kebiasaan membagikan makanan di masjid
untuk orang-orang menderita, pengembara dan orang miskin. Beliau membagi tanah
taklukan dari kerajaan persia yang pada masa Umar disimpan sebagai lahan negara
yang tidak dibagi-bagi sehingga pendapatan dari tanah ini meningkat dari 9 juta
ke 50 juta dirham
d. ’Ali Bin Abu
Thalib (600-661M)
Ali adalah orang yang
sangat sederhana. Beliau secara sukarela menarik diri dari daftar penerima
bantuan baitul maal, bahkan memberikan 5000 dirham setiap tahunnya. Beliau
sangat ketat dan berhati-hati dalam menjalankan keuangan negara. Ali juga
menaikkan tunjangan para pengikutnya di Irak. Ali memiliki konsep yang jelas
mengenai pemerintahan, administrasi umum dan permasalahan yang berkaitan
dengannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar